Anak Jalanan “Dinamika Komunikasi dan Perilaku Sosial Anak Menyimpang”

10 06 2012

Penulis: Dr. Atwar Bajari
Pengantar:

Prof. H. deddy Mulyana, MA., Ph.D. (Guru Besar Ilmu Komunikasi Unpad)

Dr., Drg. Nina Justiana (Ketua PSW Unpad)

Penerbit: Humaniora
Bandung Mei 2012

Dalam keunikannya, seorang anak jalanan memiliki persepsi yang berbeda dengan persepsi anak normal mengenai hubungan dengan orang dewasa, tanggung jawab terhadap keluarga dan saudaranya, hubungan dengan lawan jenis, uang, dan kepercayaan pada agama.
Anak jalanan telah memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap keluarga. Makna keluarga bagi mereka adalah sekelompok orang di mana dia harus ikut ambil bagian dalam menjaga keberlangsungan hidup mereka. Makna konstribusi terhadap keluarga bagi anak jalanan adalah seberapa besar uang yang harus disetorkan kepada orang tuanya dalam rangka membantu kehidupan keluarganya. Di samping itu, mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, misalnya membayar uang sekolah dengan biaya yang didapatkan dari hasil keringat mereka.
Perbedaan kondisi dan keadaan tersebut, mengakibatkan anak jalanan memiliki cara pandang yang berbeda dibandingkan dengan anak yang hidup dalam lingkungan standar pada umumnya dalam melihat lingkungan sekitar. Misalnya mereka beranggapan bahwa lingkungan itu lebih keras, berat, dan pengaturannya sangat tergantung dari diri mereka sendiri. Jika mereka berusaha dengan keras, mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Lingkungan merupakan salah satu konstruk budaya dalam pembentukan makna anak jalanan. Lingkungan kumuh, ketiadaan bimbingan orangtua, dan tindakan kasar, cenderung membentuk watak yang pasif, inferior, tercekam stigma mentalitas rendah diri, pasif, agresif, eksploitatif, dan mudah protes atau marah. Dalam kondisi demikian, tata nilai yang ditanamkan akan sulit karena oto-aktivitas, rasa percaya diri, pengandalan diri sendiri hampir punah, hingga timbul mental ”primitif” dan ”sindrom kemiskinan” .
Dalam keadaan seperti itu, tidak berlebihan jika anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka. Melalui sitmulasi tindakan kekerasan yang terus menerus, akan membentuk sebuah nilai-nilai baru dalam perilaku yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan hidup. Ketika memasuki usia dewasa, kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan eksplotasi terhadap anak-anak jalanan lainnya.

Buku ini memaparkan peta kondisi anak jalanan berdasarkan teropong riset kualitatif fenomenologi. Garis besar pembahasan pada sudut pandang atau perspektif komunikasi secara mikro. Walaupun  pendekatan sosiologis turut mewarnai kajian yang dilakukan.