Kasus Bu Prita: Ketidaktahuan pada Hukum Komunikasi Elektronik

6 06 2009

Kebebasan berbicara atau menyampaikan pendapat adalah hak dasar manusia. Termasuk dalam media. “Medium is the message”. Media merupakan perpanjangan lidah dan mata manusia untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan pendapat agar dapat disebarkan dan diketahui orang lain. Bahkan bicara adalah eksistensi dari manusia, karena anda manusia maka anda bicara. Dengan bicara anda menjadi ada. Sebagai manusia kita tidak bisa tidak berkomunikasi.

Namun karena komunikasi itu bersifat sosial, maka melibatkan orang lain. Dus juga akibat pengaruh yang ditimbulkan. Sedih, marah, gembira, atau biasa-biasa saja adalah akibat komunikasi yang harus dimiliki kedua belah pihak. Komunikasi itu transaksional dan interaktif. Siapa di antara kita berkomunikasi, maka harus terlibat dalam akibat komunikasi itu.

Saat ini kita semua sedang terfokus pada kasu Bu Prita. Ibu dua anak itu terancam kurungan enam tahun akibat tindak komunikasi sehubungan dengan penyebaran keluh kesahnya atas perlakuan dari lembaga pelayanan kesehatan. Bersama dengan teman-temanya, ibu dua anak itu berbagi pengalaman atas tindakan yang menurut pikirannya tidak fair. Sebagai manusia modern, tentu pembicaraan tidak dilakukan lewat obrolan atau rumpian sebagaimana biasanya label ibu-ibu. Lewat surat elektronik mereka berbagi informasi.

Rana Hukum Komunikasi Elektronik dan Ketidaktahuan Masyarakat

Dalam kasus Bu Prita, masalah komunikasi menimbulkan dampak hukum yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan oleh yang bersangkutan. Dimulai dari macetnya komunikasi dengan pihak rumah sakit, kemudian menyebarkan ketidakpusannya melalui e-mail, serta dampak e-mail yang menyebabkan beliau didakwa oleh pasal pidana dan perdata adalah akibat komunikasi. Dampak komunikasi yang terjadi menimbulkan efek domino yang luar biasa. Kalau tidak luar biasa mana mungkin para calon presiden mau angkat bicara. Walaupun harus diiingat ada kepentingan politis dan bahkan dipolitisir.

Dalam konteks komunikasi, dikenal komunikasi massa, kelompok, organisasi dan interpersonal. Selama ini konteks komunikasi yang menjadi critical point ranah hukum adalah komunikasi massa sehingga muncul kajian ranah hukum komunikasi massa, Undang-undang  Pers dan Undang-undang Pornografi. Semuanya memiliki kekentalan wilayah kajian komunikasi massa. Selama ini, konteks komunikasi interpersonal atau komunikasi pribadi lewat media belum menjadi daya tarik para ahli komunikasi juga hukum sebagai ranah kajian bersama.

E-mail hakekatnya media perorangan bahkan kelompok untuk membicarakan atau menyampaikan pesan tertentu. Klasifikasi kontekstual e-mail adalah komunikasi interpersonal, kelompok, dan organisasi. Di samping itu sebagian besar orang menggunakan e-mail atau milis adalah untuk menyebarkan pesan yang sifatnya pribadi, mulai dari gosip, rumor, silaturahmi, sampai curhat yang bisa dibaca oleh kawan. Secara tidak disadari, karena e-mail itu terdokumentasikan dan tersimpan, maka akibatnya mudah dijadikan dasar sebagai bukti pelanggaran hukum manakala menyinggung perasaan orang lain.

Di lain pihak, peraturan (perundang-undangan) menyangkut teknologi informasi telah ditetapkan dan berlaku efektif pada 2010. Hal ini patut disyukuri bahwa Indonesia termasuk yang tanggap terhadap peraturan yang menyangkut kejahatan komunikasi elektronik. Hal ini akan menjadi pijakan yang kuat ungtuk menyelesaikan perkara hukum yang sebelumnya tidak  memiliki instrumen tentang aturan komunikasi elektronik.

Namun masalahnya masyarakat tidak mengetahui isi dan ancaman hukum di dalamnya. Pasal demi pasal yang menjelaskan tentang jenis dan pelanggaran yang dapat menimbulkan masalah hukum, asing  bagi mereka. Masyarakat menganggap komunikasi melalui e-mail, seperti obrolan keluh kesah lewat tatap muka dengan tetangga. Tidak terlalu banyak orang mendengar atau melihat. Persepsi kita, komunikasi lewat e-mail tidak ubahnya obrolan, gunjingan, bisikan atau curhat dimana tidak banyak orang memperdulikannya. Ketika obrolan selesai maka selesai juga event komunikasi dan pengaruhnya. Seperti kasus Bu Prita, yang bersangkutan tidak pernah menyangka bahwa apa yang disampaikan pada rekan terdekatnya bisa dibaca orang lain dan berubah menjadi release tentang buruknya citra pelayanan sebuah lembaga. Hal itu terjadi di luar perkiraan yang bersangkutan, seperti halnya sebagian besar masyarakat. Terlepas dari caci maki kita atas inferiornya pasien dan superiornya lembaga pelayanan kesehatan dengan orang-orangnya (dokter), kita tidak pernah tahu bahwa caci maki kita jika dilempar kepada media terdokumentasikan, maka bisa menimbulkan aduan hukum. Orang yang tersinggung akan lebih mudah membuktikan tindakan yang menyebabkan munculnya aduan hukum.

Kondisi ini tentu menjadi tugas penegak hukum dan pemerintah untuk lebih mensosialisasikan setiap produk aturan agar diketahui oleh masyarakat. Padahal dilain pihak seringkali muncul kasus di mana peraturan di buat hanya sekedar peraturan. Bahkan tidak terlepas dari kepentingan mendapatkan reward dari pembuatan produk itu sendiri bagi si pembuat aturan.


Actions

Information

2 responses

10 06 2009
David Pangemanan

PT. TUNAS FINANCE MENYENGSARAKAN KONSUMEN

Singkat kronologisnya, saya kredit truk dengan 36 X cicilan @ Rp. 3,5 jt-an. Setelah 14 X nyicil, truk hilang. Ternyata penggantian dari perusahaan asuransi (PT. Asuransi Wahana Tata) hanya cukup untuk menutup 22 X pelunasan (cicilan + bunga) yang belum jatuh tempo. Akhirnya saya yang telah mengeluarkan biaya lk. 115 juta (uang muka + cicilan + perlengkapan truk), dipaksa untuk menerima pengembalian yang jumlahnya lk Rp. 3,4 jt.
Menurut petugas PT. Tunas Finance (Sdr. Ali Imron), klaim asuransi yang cair dari PT. Asuransi Wahana Tata, sebagian digunakan untuk membayar pengurusan Surat Laporan Kemajuan Penyelidikan di Polda Jawa Tengah di Semarang. (atau dengan kata lain, konsumen telah dipaksa melakukan suap di Polda Jateng). Jelas dalam hal ini PT. Tunas Finance (PT. Tunas Financindo Sarana) telah memaksa konsumen taat pada perjanjian susulan yang sebelumnya tidak diperjanjikan. Tentu saja kondisi perjanjian susulan itu sangatlah memberikan keuntungan
maksimal bagi pelaku usaha, tidak perduli berapapun kerugian yang diderita konsumen. Sebagai catatan, perjajian yang dibuat tidak didaftarkan di kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di tempat domisili debitur/konsumen.

Dan melalui surat terbuka ini saya ingin mengajak segenap komponen bangsa yang perduli terhadap masalah Perlindungan Konsumen, untuk menuntut PT. Tunas Finance secara pidana maupun perdata. Setidaknya hal ini untuk mencegah jatuhnya korban lainnya oleh PT. Tunas Finance (PT. Tunas Financindo Sarana).
Saya nantikan bantuan/partisipasi Anda sekalian. Terima kasih.

David
HP. 0274-9345675.

6 07 2009
Flash

Hmm. Is it true? 🙂

Leave a comment