BAGAIMANA INDIVIDU MENJADI DEVIAN?

6 12 2008

Konspirasi Masyarakat dalam Membentuk Stigma Individu

Telaah Teori Penjulukan (Labelling Theory) dari Howard Becker

Howard BeckerSetiap hari kita menyaksikan orang bertindak secara berbeda dari aturan dan konvensi masyarakat. Berperilaku seks menyimpang, mengambil milik orang lain dan tidak merasa bersalah, membunuh secara kejam tanpa rasa dosa, dan meledakan bom dengan kekuatan tinggi sehingga meluluh-lantakan sebuah café dan tetap tersenyum manis manakala profilnya menjadi pajangan berita. Sangat aneh melihatnya. Begitu banyak perilaku orang bertindak secara berbeda. Konsekuensinya mereka dikucilkan, dihilangkan dari peredaran hubungan sosial, memisahkan diri (ekslusif), atau dihukum mati karena merugikan atau menghilangkan nyawa orang lain. Menyaksikan individu berperilaku secara berbeda, mengakibatkan masyarakat “memproduksi” simbol atau kata-kata khusus yang kemudian kita kenakan kepada mereka. Misalnya banci atau bencong kita berikan pada anak lelaki yang memiliki sifat kelelakian yang rendah, Embe (kambing) kita sebutkan kepada teman yang berjanggut. Bangsat, pencoleng atau bahkan kriminal kita alamatkan kepada anak-anak yang memiliki keberanian mengambil barang orang lain (padahal mungkin dia kelaparan). Atau katakanlah memiliki kelebihan energi yang perlu disalurkan.

Sebutan atau simbol itu kita gunakan dan kenakan secara intens, akhirnya menjadi permanen. Sebutan menjadi meluas karena masuk dalam jaringan interaksi, di mana anggota masyarakat lain menggunakan dan menerimanya. Apalagi jika media massa terlibat, lembaga keagamaan memutuskan, komisi perlindungan “membela” atau mengadvokasi, maka jadilah sebuah “konspirasi” untuk mengurus sesuatu itu. Bahkan posisi media massa menjadi sangat spesial karena berperan sebagai penguat simbol spesifik itu kepada seseorang, lembaga, atau kelompok lainnya.

Teori Penjulukan (Labelling Theory) dari Howard Becker

Fenomena penjulukan terhadap kelompok dalam masyarakat sudah lama menjadi fokus pengamatan Sosiologi. Kajian tentang penjulukan banyak dilakukan terhadap kelompok atau orang yang memiliki perilaku menyimpang ketika mereka berinteraksi dengan masyarakat yang telah memiliki standar norma atau aturan tertentu atau interaski antara kelompok/orang deviant dengan non deviant.

Lahirnya Teori Penjulukan (Labelling Theory), diinspirasi oleh Perspektif Interaksionisme Simbolik dari Herbert Mead dan telah berkembang sedemikian rupa dengan riset-riset dan pengujiannya dalam berbagai bidang seperti kriminologi, kesehatan mental (pengidap schyzophrenia) dan kesehatan, serta pendidikan. Teori Penjulukan dari studi tentang deviant di akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960 yang merupakan penolakan terhadap Teori Konsensus atau Fungsionalisme Struktural. Awalnya, menurut Teori Struktural deviant atau penyimpangan dipahami sebagai perilaku yang ada yang merupakan karakter yang berlawanan dengan norma-norma sosial. Deviant adalah bentuk dari perilaku. Namun Labelling Theory menolak pendekatan itu, deviant hanya sekedar nama yang diberikan atau penandaan. Tegasnya, Labelling theory rejected this approach and claimed that deviance is not a way of behaving, but is a name put on something: a label… Deviance is not something inherent in the behavior, but is an outcome of how individuals or their behavior are labelled. (Socioglossary, September 26, 1997).

Teori Penjulukan menekankan pada pentingnya melihat deviant dari sudut pandang individu yang devian. Seseorang yang dikatakan menyimpang dan ia mendapatkan perilaku devian tersebut, sedikit banyak akan mengalami stigma, dan jika itu dilakukan secara terus menerus dirinya akan menerima atau terbiasa dengan sebutan itu (nubuat yang dipenuhi sendiri). Menurut Howard Becker (1963), kelompok sosial menciptakan penyimpangan melalui pembuatan aturan dan menerapkan terhadap orang-orang yang melawan aturan untuk kemudian menjulukinya sebagai bagian dari outgrup mereka.

Teori penjulukan memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan merupakan perlawanan terhadap norma, tetapi berbagai perilaku yang berhasil didefinisikan atau dijuluki menyimpang. Deviant atau penyimpangan tidak inheren dalam tindakan itu sendiri tetapi merupakan respon terhadap orang lain dalam bertindak, penyimpangan dikatakan ada dalam “mata yang melihat”.

Proposisi kedua, penjulukan itu sendiri menghasilkan atau memperkuat penyimpangan. Respon orang-orang yang menyimpang terhadap reaksi sosial menghasilkan penyimpangan sekunderyang mana mereka mendapatkan citra diri atau definisi diri (self-image or self definition) sebagai seseorang yang secara permanen terkunci dengan peran orang yang menyimpang. Penyimpangan merupakan outcome atau akibat dari kesalahan sosial dan penggunaan kontrol sosial.

Ada dua konsep lain yang menarik dalam Teori Penjulukan:

1. Master Status

Teori penjulukan memiliki label dominant yang mengarah pada suatu keadaan yang disebut dengan Master Status. Maknanya adalah sebuah label yang dikenakan (Dikaitkan) yang biasanya terlihat sebagai karakteristik yang lebih atau paling panting atau menonjol dari pada aspek lainnya pada orang yang bersngkutan.

Bagi sebagian orang julukan penyimpangan telah diterakan, atau yang biasa disebut dengan konsep diri, mereka menerima dirinya sebagai penyimpang. Bagaimnapun hal ini akan membuat keterbatasan bagi perilaku para penyimpang selanjutnya di mana mereka akan bertindak.

Bagi para “penyimpang” sebutan tersebut menjadi menyulitkan, mereka akan mulai bertindak selaras dengan sebutan itu. Dampaknya mungkin keluarga, teman, atau lingkungannya tidak mau lagi bergabung dengan yang bersangkutan. Dengan kata lain orang akan mengalami stigma sebagai penyimpang/menyimpang dengan berbagai konsekwensinya, ia akan dikeluarkan dari kontak dan hubungan-hubungan yang yang ada (konvensional). Kondisi seperti ini akan sangat menyulitkan yang bersangkutan untuk menata identitasnya dari seseorang yang bukan deviant. Akibatnya, ia akan mencoba malihat dirinya secara mendasar sebagai criminal, terutama sekarang ia mengetahui orang lain memanggilnya sebagai jahat.

Melewati rentang waktu yang panjang di mana orang memperlakukannya sebagai kriminal dalam berbagai hal dan ia mungkin akan kehilangan dan tidak akan mendapatkan pekerjaan. Bahkan mungkin lama kelamaan akan mempercayai bahwa kejahatan adalah jalan hidupnya, dan ia akan membangun keoneksinya dengan orang-orang yang memiliki nasib yang sama dan menciptakan subkulturnya yag baru. Sekarang ia menjadi deviant career.

2. Deviant Career

Konsep Deviant Career mengacu kepada sebuah tahapan ketika sipelanggar aturan (penyimpang) memasuki atau telah menjadi devian secara penuh (outsider). Kai T. Erikson dalam Becker (9 Januari 2005) menyatakan bahwa penyimpangan bukanlah suatu bentuk periaku inheren, tetapi merupakan pemberian dari anggota lingkungan yang mengetahui dan menyaksikan tindakan mereka baik langsung maupun tidak langsung.

Penutup

Mungkin sudut pandang Teori Penjulukan sangat empatis pada korban atau devian, dan menempatkan masyarakat sebagai institusi pemberi label. Namun tentu banyak hal lain juga yang masih perlu dijelaskan. Seolah-olah kita menganggap masyarakat agen opini pemberi label (di satu pihak), padahal hakekatnya menjadi pertemuan yang disengaja atau tidak, individu yang diberi label juga memiliki keunikan (inheren) demikian (di lain pihak). Dirinya Bertindak sengaja dari awal untuk mejadi (to be) sesuatu atau demikian.

Hakekatnya tetap barkhidmat bahwa individu memang diciptakan unik (berbeda) dan masyarakat melalui interaksi sosial telah secara konspiratif memberikan nama kepada keunikan-keunikan individu itu untuk digunakan secara bersama-sama.