Pemikiran Stuart Hall dalam Analisis Literasi Pada Teks Kultural

31 07 2011

By Tatang Budiman

Di era informasi sekarang ini, pemahaman masyarakat tentang realitas dicapai terutama melalui media massa (cetak, elektronik, dan Internet) termasuk informasi atau pemahaman tentang konflik dalam masyarakat. Media massa memiliki kemampuan untuk membangun pencitraan dalam benak generasi muda serta membentuk pendapat mereka. Media melalui isi pesan melaksanakan strategi pembingkaian, yang menyoroti aspek-aspek tertentu dan mengabaikan aspek-aspek lain dalam memandang kenyataan. Isi pesan media massa sangat tergantung pada ekonomi mereka serta kepentingan ideologis mereka. Strategi media diimplementasikan secara halus agar tidak disadari oleh publik (generasi muda).
Kenyataan bahwa isi pesan media massa sering begitu halus sehingga tidak disadari khususnya oleh generasi muda, mendorong munculnya kebutuhan akan Literasi Media sebagai metode atau langkah-langkah untuk memecahkan masalah ini. Literasi Media adalah kemampuan untuk mengkritik isi media dan memiliki pemahaman penuh tentang realitas. Masyarakat harus memiliki; kemampuan untuk mengakses media, menganalisis isi media sesuai dengan konteks, mengkritik media massa, dan menulis pesan mereka sendiri dalam berbagai bentuk dan jenis media. Literasi Media, pada gilirannya, dapat menjadi langkah antisipatif dalam menghadapi konflik serta menjaga perdamaian di suatu wilayah.
Stuart Hall (1932) merupakan ahli teori kultural asal Inggris yang memberikan kontribusi pemikiran dalam studi media dan kebudayaan. Ia mengungkapkan suatu analisis dari praktek media berdasarkan perspektif dari teori kulturalis Marxist, yakni dengan mengungkapkan otonomi media massa dan mengganti konsep Gramsci (hegemoni) serta Althusser (media sebagai ideological state apparatus) mengenai ideologi dominan dalam media (Woollacott 1982: 110). Menurut Hall, walaupun media massa cenderung untuk mereproduksi suatu interpretasi guna memenuhi kebutuhan dari kelas yang berkuasa (ruling class), mereka juga berfungsi sebagai medan perjuangan ideologis. Jadi, media juga berfungsi untuk memperkuat pandangan bersama (consensual) dengan menggunakan idiom-idiom publik, dan dengan mengklaim bahwa dirinya menyuarakan opini publik.
Hall juga mengungkapkan secara teoritis, bagaimana orang memaknai teks media. Ia berbeda dengan Althusser yang menekankan lebih banyaknya jangkauan atas keanekaragaman respon terhadap teks media. Ia menggunakan istilah encoding1 dan decoding2 dalam mengungkapkan bahwa makna dari teks terletak di suatu tempat antara si pembuat teks dengan pembacanya. Walaupun si pembuat teks sudah meng-encode teks dalam cara tertentu, namun si pembaca akan men-decode-nya dalam cara yang sedikit berbeda. Dalam buku yang berjudul Encoding/Decoding, ia berpendapat bahwa ideologi dominan secara khusus dikesankan sebagai preferred readings (bacaan terpilih) dalam teks media, namun bukan berarti hal ini diadopsi secara otomatis oleh pembaca. Situasi sosial yang mengelilingi pembaca/penonton/pendengar akan mambawa mereka untuk mengadopsi teks media dari sudut pandang yang berbeda.
Hall menurunkan dan mengelaborasi gagasan Parkin mengenai 3 sistem pemaknaan dasar yang digunakan individu untuk menafsirkan atau memberi respons terhadap persepsinya mengenai kondisi dalam masyarakat. Ia menunjukkan bahwa 3 sistem tersebut terkait dengan cara pembaca men-decode teks media. Ketiga sistem itu adalah sebagai berikut:
1. Sistem Dominan (Dominant Readings), merupakan salah satu sistem atau kode yang dihasilkan ketika situasi sosial yang mengelilingi pembaca menyerupai preferred readings.
2. Sistem Subordinat (Negotiated Readings), merupakan sistem atau kode yang dinegosiasikan. Dalam hal ini, nilai-nilai dominan dan struktur yang ada dalam preferred readings diterima, namun nilai-nilai tersebut digunakan sebagai penegasan bahwa situasi sosial yang ada perlu diperbaiki
3. Sistem Oposisional (Oppositional Readings), merupakan sistem atau kode yang menolak versi dominan dan nilai-nilai sosial dari preferred readings. Pembaca menempatkan pesan dalam sistem makna yang secara radikal berlawanan dengan makna dominan.